SUPLEMENTASI YODIUM MENINGKATKAN KADAR BESI ANAK SEKOLAH DASAR PENDERITA GAKY

Written By Unknown on Wednesday, June 20, 2012 | 6:00 AM


PENDAHULUAN
Masalah anemia defisiensi besi (ADB) dan gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY) masih termasuk dalam  masalah gizi utama yang serius di Indonesia (1). ADB dan GAKY merupakan masalah gizi terbesar di Indonesia dan sampai saat ini belum nampak menunjukkan titik terang keberhasilan penanggulangannya (2). Prevalensi anemia pada anak sekolah dan remaja sekitar 26,5%. Jenis dan besaran masalah gizi di Indonesia tahun 2001-2003 menunjukkan 8,1 juta anak menderita ADB (3). ADB pada anak sekolah dapat mengganggu perkembangan mental, motorik, kognitif, konsentrasi, serta prestasi belajar (4, 5, 6, 7).
Besi dalam tubuh dapat digambarkan dengan kadar hemoglobin (Hb) dan dapat dipengaruhi oleh multifaktor, salah satunya adalah yodium. Tiroksin yang sintesisnya memerlukan yodium dapat memacu kecepatan proses metabolisme didalam tubuh, termasuk kecepatan metabolisme besi dan sintesis Hb. Hasil penelitian Toruan membuktikan terdapat hubungan antara GAKY dan status anemia (8). Beberapa pustaka juga menyebutkan defisiensi tiroid mengakibatkan gangguan sintesis Hb, atau dengan kata lain terdapat pengaruh yang signifikan antara yodium dengan metabolisme besi dan pembentukan Hb didalam tubuh (9, 10).
Hasil studi pendahuluan (11) menunjukkan Cangkringan merupakkan salah satu daerah endemis GAKY berat dengan prevalensi gondok mencapai 39, 5%. Berdasarkan uraian latar belakang, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai iodium meningkatkan kadar besi anak sekolah dasar penderita gaky yang berada di daerah endemis GAKY Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman Yogyakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suplementasi Yodium terhadap perubahan kadar Hb pada anak sekolah dasar (SD) penderita GAKY.

BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang dilakukan secara double blind with randomized controlled trial. Rancangan penelitian berupa perbandingan antar kelompok (group comparison) yang dilakukan terhadap siswa SD penderita gaky di Kecamatan Cangkringan pada bulan Mei - Agustus 2010.
Kriteria inklusi penelitian ini antara lain: anak sekolah dasar berusia 8-14 tahun, tercatat sebagai siswa dari SD tempat penelitian dan bersedia ikut dalam penelitian dengan izin orang tua dengan menandatangani proxy consent. Kriteria eksklusinya yaitu tidak menderita GAKY, menderita struma hipertiroid dan penyakit kronis yang dinyatakan oleh dokter. Pemilihan SD sample dilakukan secara purposive dengan prinsip keterjangkauan wilayah dan diambil sample yang telah memenuhi kriteria inklusi. Dari perhitungan besar sampel diperoleh sample minimal sebanyak 36 orang untuk tiap kelompok, karena penelitian ini terdiri dari dua kelompok maka sampel minimal yang diperlukan adalah 72 orang. Sampel dalam penelitian ini dibagi menjadi dua kelompok yaitu: kelompok kontrol dan intervensi yang anggotanya ditentukan secara random. Kelompok intervensi mendapat suplementasi yodium dan telur sedangkan kelompok kontrol mendapatkan plasebo dan telur. Suplemen yodium maupun plasebo diberikan satu kali sedangkan telur diberikan sebanyak 3 butir per minggu selama 3 bulan. Data yang dikumpulkan meliputi data primer yaitu: data karakteristik responden, data recall  24 hours dan data kadar Hb, serta data sekunder yang meliputi: data status GAKY berdasarkan hasil palpasi yang dilakukan oleh petugas Puskesmas Cangkringan, data penyakit malaria dan kecacingan dari Puskesmas setempat, serta data demografi dan geografi wilayah Kecamatan cangkringan Kabupaten Sleman melalui kantor Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman.  Pengolahan data dilakukan dengan program pengolahan data statistik menggunakan metode analisis uji t yaitu paired t-test dan independent t-test serta uji chi-square dengan terlebih dahulu dilakukan uji normalitas untuk mengetahui apakah sebaran data normal atau tidak. Kesimpulan adanya perbedaan atau pengaruh yang signifikan secara statisik menggunakan tingkat kemaknaan (α) 0,05 atau p < 0,05.

HASIL
Kecamatan Cangkringan merupakan Kecamatan di wilayah Kabupaten Sleman dengan ketinggian 400 meter diatas permukaan laut dan berada di kaki Gunung Merapi. Berdasarkan data penyakit Tahun 2010 yang didapatkan dari Puskesmas Cangkringan, Kecamatan Cangkringan bukan merupankan daerah endemis malaria dan kecacingan. Hal ini bisa dilihat dari data penyakit di Kecamatan Cangkringan bulan Januari sampai dengan Agustus 2010. Data tersebut melaporkan jumlah orang yang menderita kecacingan hanya 1 orang dan dilaporkan tidak ada orang yang menderita kecacingan selama 8 bulan tersebut.



Tabel 1. Karakteristik Subyek Penelitian
Variabel
Kelompok suplementasi  (N=37)
Kelompok control (N=37)
Pendidikan Ibu


<12 tahun
21 (56%)
28 (76%)
>12 tahun
16 (43%)
9 (24%)
Pendidikan Ayah


<12 tahun
21(56%)
22 (60%)
>12 tahun
16 (43%)
15 (41%)
∑Anggota Keluarga


<5
20 (54%)
23 (62%)
>5
17 (45%)
14 (38%)
Status GAKY


Palpasi


Grade I
5 (13%)
7 (19%)
Grade II
32 (86%)
30 (81%)
EYU


Def. ringan (50-99 µg/L)
7 (18%)
5 (14%)
Cukup (100-200 µg/L)
13 (35%)
24 (65%)
Berlebih (>200 µg/L)
16 (43%)
8 (22%)
TSH*


Normal(0,40-3,00 UI/ml)
31 (84%)
25 (68%)
Hipotiroid (>3,00 UI/ml)
5 (14%)
12 (32%)
Status Anemia


Hb pre
2 (5%)
1 (3%)
Hb post
6 (16%)
3 (8%)
Keterangan: *missing 1.
Hasil uji statistic pada semua karakteristik sampel penelitian tidak ada yang signifikan (p>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa sampel antar kelompok telah terdistribusi dengan cukup baik dan homogensehingga semua sampel memiliki kesempatan yang sama dalam penelitian.
Tabel 2. Rerata kadar Hb subyek penelitian pada awal dan akhir penelitian serta perbandingan peningkatan kadar Hb kelompok suplementasi terhadap kelompok kontrol
Variabel

Mean + SD Hb (g/dl)
pa
Mean ΔHb

pb

Awal
Akhir
Kelompok suplementasi (n=37)
13,58+ 0,96
13,33+0,99
0,168
-0,24+1,05
0,148

Kelompok kontrol (n=37)
13,39+ 0,78
13,48+0,88
0,550
0,09+0,90
Keterangan: uji statistic mengguanakan a. paired-sampel T-test, dan b. independen sampel T-test, bermakna jika p<0,05

Hasil uji statistic didapatkan nilai p=0,148, dengan demikian, pada alpha 5% terlihat tidak ada perbedaan yang signifikan perubahan rata-rata kadar Hb sebelum dan setelah perlakuan antara kelompok supelementasi dengan kelompok kontrol.
Tabel 3. Odd Ratio dan Risk Difference antara kelompok suplementasi dan kelompok kontrol
Kelompok Perlakuan
Perubahan Hb
OR
Risk difference
Turun
Naik
(95% CI)
(95% CI)
yodium + telur (n=37)
17
20
O,716
-0,344
placebo+ telur (n=37)
14
23
(0,283-1,810)
(-0,118 to -0,803)
Keterangan: uji statistic mengguanakan chi-square test

Analisis chi-square menunjukkan nilai OR=0,7, dapat disimpilkan bahwa anak yang diberi suplementasi yodium+telur kadar Hb nya turun 1,4 kali dibandingkan anak yang diberi placebo+telur.
Tabel 4. Asupan Zat Gizi Masing-Masing Kelompok
Variabel
Kelompok I (N=37)
Kelompok II (N=37)
P
Asupan Enhancer



Energi

kcal           (%AKG)
991,35+319 (49,56%+16,75%)
1123,19+274,39
(56,33%+15,34%)
0,074
Protein

g           (%AKG)
33,91+ 19,04
(68,84%+39,5%)
34,63+12,93
(70,49%+27,44%)
0,806
Vit A

re        (%AKG)
485,87+ 275,72 (85,90%+50,95%)
546.87+ 290.60
(97.75%+56.19%)
0,345
Vit C

µg         (%AKG)
25,58+22,51
 (49,74%+42,4%)
29,98+22,70
(61,41%+48,93%)
0,277
Fe

µg    (%AKG)
10,14+8,89 (74,94%+74,6)
10,84+ 7,48
(76,71%+53,99%)
0,907
Zink

µg
(%AKG)    
3,29+2,01
(25,32%+14,75%)
3.88+2.11
(30.4%+16.50%)
0,166
Yodium

µg
(%AKG)  
13,73+12,25
(10,10%+9,23%)
17,58+16,71
(12,96%+12,99%)
0,278
Asupan inhibitor



Tannin
Mg
3966,99 + 1768,97
4135.84 + 1963.65
0,699
Fitat
Mg
99,95 + 44,52
106.45 + 50.65
0,559
Oksalat
Mg
3,08 + 1,31
3.26 +1.77
0,620
Keterangan: uji statistic dengan independen sampel T-test, bermakna jika p<0,05

Data asupan zat gizi dikumpulkan dengan metode food recall 1x24 jam sebanyak 4 kali selama penelitian berlangsung. Asupan zat gizi yang diperhitungkan hanya berasal dari makanan dan minuman, tidak termasuk zat gizi dari suplemen yang diberikan. Tabel 4 menunjukkan bahwa setelah dianalisis antara variabel luar dan variabel bebas, nilai signifikansi semua enhancer dan inhibitor didapatkan p>0,05, sehingga dapat dikatakan tidak ada perbedaan yang signifikan dalam asupan zat gizi antara kelompok suplementasi dengan kelompok kontrol.
Confounding factor dalam penelitian ini adalah jenis kelamin dan umur sampel penelitian. Analisis Confounding factor dengan menggunakan regresi disajikan dalam Tabel 5.
Tabel 5. Analisis Jenis Kelamin Dan Umur Sebagai Confounding factor
Variabel
r
R2
Koefisien B
P
95% CI
Suplementasi yodium
0,170
0,029
0,332
0,148
-0,121
0,786
Suplementasi yodium*jenis kelamin
0,178
0,032
0,349
0,136
-0,113
0,811
Suplementasi yodium*umur
0,221
0,049
0,340
0,138
-0,112
0,792

Tabel 5 menjelaskan bahwa jenis kelamin dan umur bukan merupakan variabel pengganggu dalam penelitian ini, karena koefisien B tidak berubah secara signifikan. Nilai r=0,17 menunjukkan bahwa hubungan antara suplementasi yodium dengan kadar Hb lemah, kontribusinya janya 2,9%.
PEMBAHASAN
Tabel 1 menunjukkan bahwa sampel yang menderita ADB pada penelitian ini hanya 3 orang (4,1%). Hasil ini sesuai dengan penelitian Paratmanitya (12), Firgasari (13) dan Latifah (14) yang mengemukakan bahwa tidak ada hubungan antara status GAKY dengan status anemia, namun tidak sesuai dengan penelitian Zimmerman dkk (15) yang melaporkan bahwa banyak penderita hipotiroid mengalami anemia di Negara berkembang.
Kondisi sampel setelah tiga bulan perlakuan menunjukkan adanya penurunan rata-rata kadar Hb pada kelompok suplementasi dan peningkatan rata-rata kadar Hb pada kelompok kontrol. Uji paired sampel T-test pada masing-masing kelompok didapatkan nilai p>0,05, menunjukkan perubahan kadar Hb pada masing-masing kelompok perlakuan tidak signifikan.
Untuk melihat pebedaan perubahan antara kedua kelompok tersebut dilakukan uji independen sampel T-test. Hasilnya didapatkan nilai p=148. Angka ini memberikan hasil bahwa hipotesis alternatif pada penelitian ini tidak terbukti.
Kenyataan tersebut menunjukkan suplementasi yodium tidak terbukti berpengaruh dalam meningkatkan kadar Hb sampel penelitian. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Wegmuller, dkk (16) yang melaporkan bahwa yodium tidak meningkatkan kadar hemoglobin.
Dalam penelitiannya, Wegmuller dkk (16) melaporkan bahwa anak usia sekolah di Cote d’lvoire yang diberi yodium, status besi mereka yang diukur dengan serum ferritin (SF) dan Transferrin reseptor (TfR) meningkat secara signifikan sehingga prevalensi anemia defisiensi besi turun dari 62% menjadi 38%. Berbeda dengan SF dan TfR, Kadar Hb sampel yang berjumlah 63 orang tidak mengalami peningkatan yang signifikan setelah perlakuan selama enam bulan.
Pada tahun 2002, Zimmerman dkk melakukan penelitian yang serupa di Maroko pada anak usia 6 sampai dengan 15 tahun. Hasilnya pemberian yodium meningkatkan kadar Hb sampel, namun Zimmerman tidak melaporkan nilai p dalam peningkatan kadar Hb sampel pada kelompok ini sehingga tidak diketahui nilai signifikansinya (17).
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan Wegmuller dkk (16) dan Zimmerman dkk (17) adalah bentuk pemberian yodium pada sampel penelitian, durasi penelitian dan prevalensi ADB sampel pada awal penelitian. Penelitian ini memberikan yodium pada sampel berupa suplemen dalam bentuk minyak yodiol, sedangkan Zimmerman dan Wegmuller memberikannya dalam bentuk garam yang telah difortifikasi (iodium salt). Waktu yang digunakan dalam penelitian ini hanya 3 bulan, sedangkan penelitian Wegmuller dilakukan selama 6 bulan dan penelitian Zimmerman dilakukan selama 40 minggu (+10 bulan). Prevalensi ADB pada awal penelitian ini hanya 4,1%, sedangkan pada penelitian Wegmuller prevalensi ADB sampelnya mencapai 62% dan pada penelitian Zimmerman mencapai 36%. Hal ini memberikan dampak bahwa peningkatan kadar Hb pada penelitian ini agak sulit karena rata-rata kadar Hb sampelnya sudah dalam batas normal. Penelitian ini juga tidak mengukur serum ferritin dan transferrin receptor, sehingga simpanan besi tidak dapat diketahui.
Hasil dalam penelitian ini tidak sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa hormon tiroid yang sintesisnya memerlukan yodium, dapat meningkatkan kecepatan metabolisme besi dan memperbanyak jumlah dan aktivitas mitokondria sehingga secara tidak langsung dapat mempengaruhi kadar Hb dalam darah. Hormon tiroid juga dilaporkan dapat mempengaruhi absorpsi besi dengan memperluas ukuran mukosa usus dan lambung. Kondisi orang yang menderita hipotiroid dapat menurunkan produksi asam hidroklorat sehingga mengganggu absorpsi besi. Hipotiroid juga dapat menurunkan suhu tubuh sehingga angka eritrosit menjadi berkurang (18, 19).
Nilai normal kadar Hb dan kebutuhan tubuh akan zat gizi termasuk zat besi dan yodium berbeda-beda pada setiap orang. Perbedaan ini dapat dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin. Analisis umur dan jenis kelamin dengan regresi pada penelitian ini didapatkan angka koefisien B tidak mengalami perubahan bermakna sehingga umur dan jenis kelamin bukan merupakan factor pengganggu dalam penelitian ini.
Analisis asupan zat gizi secara bivariat pada masing-masing kelompok juga tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan, baik pada asupan enhancer zat besi maupun pada asupan inhibitornya.
Ketidaksesuaian hasil penelitian ini dengan teori yang ada mungkin disebabkan karena beberapa hal, salah satunya adalah rata-rata kadar Hb awal sampel penelitian ini normal, sehingga sulit untuk mengalami kenaikan, meskipun telah diberi suplementasi yodium. pemberian suplementasi yodium juga dapat menjadi pesaing zat besi didalam tubuh, karena kedua zat ini sama-sama membutuhkan yodium dalam metabolismenya. Asupan inhibitor pada sampel juga sangat tinggi, terutama tannin dan fitat yang asupannya melebihi batas minimal untuk terkena anemia. Garrod dalam bukunya Essentials Of Materia Medica and Therapeutics menyebutkan bahwa Proporsi yang baik antara yodium dengan zat besi adalah 4 ½ : 1. Kadar zat besi yang berlebih jika direaksikan dengan yodium akan menghilangkan yodium tersebut (20). Fortifikasi ganda antara yodium dengan zat besi juga menggunakan kadar yodium yang lebih tinggi daripada zat besi, yaitu 25 mg dan 2 mg pergram garam (15). 
Peningkatan kadar Hb pada kelompok control lebih tinggi daripada kelompok perlakuan dapat disebabkan karena zat besi dalam tubuh mereka tidak ada persaingan dengan yodium, karena kelompok control tidak diberi suplementasi yodium. Peningkatan kadar Hb ini juga dapat disebabkan karena selama 3 bulan, mereka diberi telur, sehingga asupan protein sebagai pembawa zat besi menjadi cukup.  Dilihat dari asupan zat gizinya, kelompok kontrol juga rata-ratanya lebih besar daripada kelompok perlakuan suplementasi. Secara bivariat, asupan zat gizi pada masing-masing kelompok memang tidak signifikan, akan tetapi zat gizi didalam tubuh manusia saling berinteraksi, sehingga kekurangan dari salah satu mikronutrien akan mempengaruhi absorpsi, metabolisme, dan atau ekskresi mikronutrien lainnya (21). Metode food recal 4x24 jam dalam penelitian ini memang belum bisa menggambarkan asupan zat gizi sampel sampai asupan mikronutriennya, karena efisiensi mikronutrien dipengaruhi oleh asupan zat gizi dimasa lalu. Idealnya, jumlah minimum metode food recall untuk mengetahui mikronutrien adalah 20 sampai 50 hari dan food frequency untuk mengatahui asupan zat gizi di masa lalu, namun untuk asupan makro seperti energy dan protein, 4x24 jam food recall sudah cukup menggambarkan asupan mereka (22).


SIMPULAN
Suplementasi yodium dan telur tidak berpengaruh terhadap peningkatan kadar besi (Hemoglobin) anak sekolah dasar yang menderita GAKY.

SARAN
Untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya diambil sampel yang menderita anemia agar peningkatan kadar Hb dapat dilihat lebih jelas dengan status anemia dapat dianalisis dan sebaiknya serum ferritin dan transferrin reseptor diteliti juga, untuk menggambarkan simpanan dan status besi dalam tubuh sampel penelitian

RUJUKAN
1.Kodyat, B.A., Thaha, A.R. and Minarto. (1998) Penuntasan Masalah Gizi Kurang. Jakarta: Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI 1998.

2.Nugroho, A. (2007) Hubungan Antara Status GAKY Dan Status Anemia Dengan Status Gizi Pada Anak Sekolah Dasar Yang Tinggal Di Daerah Endemik GAKY. Skripsi, Universitas Gadjah Mada.

3.Departemen Kesehatan R.I.  (2005) Anemia Gizi Anak Salah Satu Msalah Gizi Utama di Indonesia. Tersedia dalam: <Http://www.MinistryofHealth Indonesia.htm>  [Diakses tanggal 28 Juni 2011].

4.Husaini, M.A. (1989) Study Nutritional Anemia and Assesment of Information for Supporting and Formulating National Policy and Program. Jakarta: Direktorat Bina Gizi Masyarakat DepKes RI dengan Pulitbang Gizi DepKes RI.

5.Kodyat, B.A., Thaha, A.R. and Minarto. (1998) Penuntasan Masalah Gizi Kurang. Jakarta: Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI 1998.

6.    Thu,B.D, Schultink, W., Dillon, D., Gross, R., Leswara, N.D., Khoi, H.H. (1999) Effect of Daily and Weekly Micronutrient Supplementation on Micronutrient Deficientcies and Growth in Young Vietnamese Children. American Journal Clinical Nutrition.  69.

7.WHO, UNICEF, ICCIDD. (2001) Assesment of Iodine Deficiency Disorder and Monitoring their Elimination, A Guide for Programme Managers. 2nd Edition. WHO: Conference Jenewa.

8.Toruan, J.L., Kushartanti, W., Widodo, U.S. (2009). Status GAKY, Anemia, EYU, Dan Kesegaran Jasmani Anak Sekolah Dasar Di Kabupaten Dairi Sumatera Utara. Jurnal Gizi Klinik Indonesia. 5 (3) Maret. pp. 114-119.

9.Endang. (2003) Tumbuh Kembang Anak. Konsultasi Ilmiah RS Fatmawati dan Klinik Tumbuh Kembang Anak, Jakarta.

10.  Johnson D., Currier J. Women and Anemia (internet). The Body (1999). Tersedia dalam: <http://www.thebody.com/content/art286.html> [Diakses 28 juni 2011]

11.  Sudargo, T. (2005). Pengaruh Suplementasi Kapsul Yodium dan Zink terhadap Ekskresi Yodium Urin, Kebugaran Kebugaran Kardiorespiratory Anak Sekolah Dasar dengan Gangguan Akibat kekurangan Yodium. Yogyakarta. Laporan Hibah Dosen Senior. UGM. Dikti.

12.  Paratmanitya, Y. (2007) Hubungan Antara Status GAKY Dan Status Anemia Dengan Kesegaran Jasmani Pada Anak Sekolah Dasar Di Daerah Endemis GAKY. Skripsi, Universitas Gadjah Mada.

13.  Firgasari, L. (2008) Hubungan Antara Status GAKY Dan Status Anemia Dengan Kemampuan Kognitif Pada Anak Sekolah Dasar Yang Tinggal Di Daerah Endemis GAKY. Skripsi, Universitas Gadjah Mada.

14.  Latifah, lenny. 2008. GAKY, Anemia, kecerdasan dan Prestasi Belajar Anak Remaja. Tesis, Universitas Gadjah Mada.

15.  Zimmerman, M.B. (2006). The Influence of Iron Status on Iodine Utilization and Thyroid Function, Annu Rev Nutr. (26) pp. 367-389

16.  Wegmuller, R., Camara, F., Zimmermann, M.B., Adou, P., and Hurrell, R.F. (2005) Salt Dual-Fortified with Iodine and Micronized Ground Ferric Pyrophosphate Affects Iron Status but Not Hemoglobin in Children in Coˆ te d’Ivoire. (internet). Tersedia dalam: <http.laboratoriumkesehatan. blogspot.com> [Diakses tanggal 28 Juni 2011].

17.  Zimmerman, B., Zeder, C., Cnaouki, N., Saad, A., Torresani, T., and Hurrel, R.F. (2002) Dual Fortification of Salt with Iodine and Microencapsulated Iron: A Randomized, Double-Blind, Kontrolled Trial in Moroccan School-children dalam Am. Soc. Clin. Nutr.147. pp. 747-53.

18.  Guyton, A.C. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 9th . Jakarta: EGC.

19.  Hebert, V. (1986) The Blood: Werner’s thyroid, a fundamental n clinical test. Fifth edition. Ingbar and Braverman. Ed. Philadelphia: J.B. Lippincot Company.

20.  Farmasi UMS. (2008) Fortifikasi Garam dengan Zat Besi, strategi Praktis dan Efektif Menanggulangi Anemia (internet). Tersedia dalam: <http://farmasi. ums.ac.id/content/artikel/20080412>  [Diakses 28 Juni 2011]

21.  Zimmermann, M. (2007) Interactions between iron and vitamin A, riboflavin, copper and zinc in the etiology of anemia. In: Badham, J., Zimmermann, M. B., Kraemer, K.eds. The Guidebook Nutritional Anemia. Basel: Sight and Life Press.

22.  Willet, W. (1998) Nutritional Epidemiology Second Edition. New York: Oxford University Press
6:00 AM | 0 comments