PENDAHULUAN
Masalah anemia defisiensi besi (ADB) dan gangguan
akibat kekurangan yodium (GAKY) masih termasuk dalam masalah gizi utama yang serius di Indonesia (1). ADB dan GAKY merupakan masalah gizi terbesar di
Indonesia dan sampai saat ini belum nampak menunjukkan titik terang
keberhasilan penanggulangannya (2). Prevalensi anemia pada anak sekolah dan
remaja sekitar 26,5%. Jenis dan besaran masalah gizi di Indonesia tahun
2001-2003 menunjukkan 8,1 juta anak menderita ADB (3). ADB pada anak sekolah dapat mengganggu perkembangan mental, motorik, kognitif, konsentrasi, serta prestasi belajar (4, 5, 6,
7).
Besi dalam tubuh dapat digambarkan
dengan kadar hemoglobin (Hb) dan dapat dipengaruhi oleh multifaktor, salah
satunya adalah yodium. Tiroksin yang sintesisnya memerlukan yodium dapat memacu
kecepatan proses metabolisme didalam tubuh, termasuk kecepatan metabolisme besi
dan sintesis Hb. Hasil penelitian Toruan membuktikan
terdapat hubungan antara GAKY dan status anemia (8). Beberapa pustaka juga
menyebutkan defisiensi tiroid mengakibatkan gangguan sintesis Hb, atau dengan
kata lain terdapat pengaruh yang signifikan antara yodium dengan metabolisme
besi dan pembentukan Hb didalam tubuh (9, 10).
Hasil studi pendahuluan (11) menunjukkan
Cangkringan merupakkan salah satu daerah endemis GAKY berat dengan prevalensi
gondok mencapai 39, 5%. Berdasarkan uraian latar belakang, maka peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian mengenai iodium meningkatkan kadar besi anak sekolah
dasar penderita gaky yang berada di daerah endemis GAKY Kecamatan Cangkringan,
Kabupaten Sleman Yogyakarta.
Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suplementasi Yodium terhadap perubahan
kadar Hb pada anak sekolah dasar (SD) penderita GAKY.
BAHAN DAN METODE
PENELITIAN
Penelitian ini
merupakan penelitian eksperimental yang dilakukan secara double blind with randomized controlled trial. Rancangan
penelitian berupa perbandingan antar kelompok (group comparison) yang dilakukan terhadap siswa SD penderita
gaky di Kecamatan Cangkringan pada bulan Mei - Agustus 2010.
Kriteria inklusi penelitian ini
antara lain: anak sekolah dasar berusia 8-14 tahun, tercatat
sebagai siswa dari SD tempat penelitian dan bersedia ikut dalam penelitian
dengan izin orang tua dengan menandatangani proxy consent. Kriteria
eksklusinya yaitu tidak menderita GAKY, menderita struma hipertiroid dan penyakit kronis yang dinyatakan
oleh dokter. Pemilihan SD sample dilakukan secara purposive dengan prinsip keterjangkauan
wilayah dan diambil sample yang telah memenuhi kriteria inklusi. Dari
perhitungan besar sampel diperoleh sample minimal sebanyak 36 orang untuk
tiap kelompok, karena
penelitian ini terdiri dari dua kelompok maka sampel minimal yang diperlukan
adalah 72 orang. Sampel
dalam penelitian ini dibagi menjadi dua kelompok yaitu: kelompok kontrol dan
intervensi yang anggotanya ditentukan secara random. Kelompok intervensi
mendapat suplementasi yodium dan telur sedangkan kelompok kontrol mendapatkan plasebo
dan telur. Suplemen yodium maupun plasebo diberikan satu kali sedangkan telur
diberikan sebanyak 3 butir per minggu selama 3 bulan. Data yang dikumpulkan
meliputi data primer yaitu: data karakteristik responden, data recall
24 hours dan data kadar Hb, serta data
sekunder yang meliputi: data status GAKY berdasarkan
hasil palpasi yang dilakukan oleh petugas Puskesmas Cangkringan, data penyakit
malaria dan kecacingan dari Puskesmas setempat, serta data demografi dan
geografi wilayah Kecamatan cangkringan Kabupaten Sleman melalui kantor
Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman.
Pengolahan data dilakukan dengan program pengolahan
data statistik menggunakan metode analisis uji t yaitu paired t-test dan independent
t-test serta uji chi-square dengan
terlebih dahulu dilakukan uji normalitas untuk mengetahui apakah sebaran data
normal atau tidak. Kesimpulan adanya perbedaan atau pengaruh yang signifikan
secara statisik menggunakan tingkat kemaknaan (α) 0,05 atau p < 0,05.
HASIL
Kecamatan
Cangkringan merupakan Kecamatan di wilayah Kabupaten Sleman dengan ketinggian
400 meter diatas permukaan laut dan berada di kaki Gunung Merapi. Berdasarkan
data penyakit Tahun 2010 yang didapatkan dari Puskesmas Cangkringan, Kecamatan
Cangkringan bukan merupankan daerah endemis malaria dan kecacingan. Hal ini
bisa dilihat dari data penyakit di Kecamatan Cangkringan bulan Januari sampai
dengan Agustus 2010. Data tersebut melaporkan jumlah orang yang menderita kecacingan
hanya 1 orang dan dilaporkan tidak ada orang yang menderita kecacingan selama 8
bulan tersebut.
Tabel 1.
Karakteristik Subyek Penelitian
Variabel
|
Kelompok suplementasi (N=37)
|
Kelompok control (N=37)
|
Pendidikan Ibu
|
||
<12 tahun
|
21 (56%)
|
28 (76%)
|
>12 tahun
|
16 (43%)
|
9 (24%)
|
Pendidikan Ayah
|
||
<12 tahun
|
21(56%)
|
22 (60%)
|
>12 tahun
|
16 (43%)
|
15 (41%)
|
∑Anggota Keluarga
|
||
<5
|
20 (54%)
|
23 (62%)
|
>5
|
17 (45%)
|
14 (38%)
|
Status
GAKY
|
||
Palpasi
|
||
Grade I
|
5 (13%)
|
7 (19%)
|
Grade II
|
32 (86%)
|
30 (81%)
|
EYU
|
||
Def. ringan (50-99 µg/L)
|
7 (18%)
|
5 (14%)
|
Cukup (100-200 µg/L)
|
13 (35%)
|
24 (65%)
|
Berlebih (>200 µg/L)
|
16 (43%)
|
8 (22%)
|
TSH*
|
||
Normal(0,40-3,00
UI/ml)
|
31 (84%)
|
25 (68%)
|
Hipotiroid (>3,00
UI/ml)
|
5 (14%)
|
12 (32%)
|
Status
Anemia
|
||
Hb pre
|
2 (5%)
|
1 (3%)
|
Hb post
|
6 (16%)
|
3 (8%)
|
Keterangan: *missing 1.
Hasil
uji statistic pada semua karakteristik sampel penelitian tidak ada yang
signifikan (p>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa sampel antar kelompok telah
terdistribusi dengan cukup baik dan homogensehingga semua sampel memiliki
kesempatan yang sama dalam penelitian.
Tabel
2. Rerata kadar Hb subyek penelitian pada awal dan akhir penelitian serta
perbandingan peningkatan kadar Hb kelompok suplementasi terhadap kelompok
kontrol
Variabel
|
Mean
+ SD Hb (g/dl)
|
pa
|
Mean
ΔHb
|
pb
|
|
Awal
|
Akhir
|
||||
Kelompok suplementasi (n=37)
|
13,58+
0,96
|
13,33+0,99
|
0,168
|
-0,24+1,05
|
0,148
|
Kelompok
kontrol (n=37)
|
13,39+
0,78
|
13,48+0,88
|
0,550
|
0,09+0,90
|
Keterangan: uji statistic
mengguanakan a. paired-sampel T-test, dan b. independen sampel T-test, bermakna
jika p<0,05
Hasil
uji statistic didapatkan nilai p=0,148, dengan demikian, pada alpha 5% terlihat
tidak ada perbedaan yang signifikan perubahan rata-rata kadar Hb sebelum dan
setelah perlakuan antara kelompok supelementasi dengan kelompok kontrol.
Tabel 3. Odd
Ratio dan Risk Difference antara kelompok suplementasi dan kelompok kontrol
Kelompok
Perlakuan
|
Perubahan
Hb
|
OR
|
Risk
difference
|
|
Turun
|
Naik
|
(95%
CI)
|
(95%
CI)
|
|
yodium + telur (n=37)
|
17
|
20
|
O,716
|
-0,344
|
placebo+ telur (n=37)
|
14
|
23
|
(0,283-1,810)
|
(-0,118 to -0,803)
|
Keterangan: uji statistic
mengguanakan chi-square test
Analisis chi-square menunjukkan nilai
OR=0,7, dapat disimpilkan bahwa anak yang diberi suplementasi yodium+telur
kadar Hb nya turun 1,4 kali dibandingkan anak yang diberi placebo+telur.
Tabel 4.
Asupan Zat Gizi Masing-Masing Kelompok
Variabel
|
Kelompok I (N=37)
|
Kelompok II (N=37)
|
P
|
|
Asupan Enhancer
|
||||
Energi
|
kcal (%AKG)
|
991,35+319 (49,56%+16,75%)
|
1123,19+274,39
(56,33%+15,34%)
|
0,074
|
Protein
|
g (%AKG)
|
33,91+ 19,04
(68,84%+39,5%)
|
34,63+12,93
(70,49%+27,44%)
|
0,806
|
Vit A
|
re (%AKG)
|
485,87+ 275,72
(85,90%+50,95%)
|
546.87+ 290.60
(97.75%+56.19%)
|
0,345
|
Vit C
|
µg (%AKG)
|
25,58+22,51
(49,74%+42,4%)
|
29,98+22,70
(61,41%+48,93%)
|
0,277
|
Fe
|
µg (%AKG)
|
10,14+8,89 (74,94%+74,6)
|
10,84+ 7,48
(76,71%+53,99%)
|
0,907
|
Zink
|
µg
(%AKG)
|
3,29+2,01
(25,32%+14,75%)
|
3.88+2.11
(30.4%+16.50%)
|
0,166
|
Yodium
|
µg
(%AKG)
|
13,73+12,25
(10,10%+9,23%)
|
17,58+16,71
(12,96%+12,99%)
|
0,278
|
Asupan inhibitor
|
||||
Tannin
|
Mg
|
3966,99 + 1768,97
|
4135.84 + 1963.65
|
0,699
|
Fitat
|
Mg
|
99,95 + 44,52
|
106.45 + 50.65
|
0,559
|
Oksalat
|
Mg
|
3,08 + 1,31
|
3.26 +1.77
|
0,620
|
Keterangan: uji statistic
dengan independen sampel T-test, bermakna jika p<0,05
Data
asupan zat gizi dikumpulkan dengan metode food recall 1x24 jam sebanyak 4 kali
selama penelitian berlangsung. Asupan zat gizi yang diperhitungkan hanya
berasal dari makanan dan minuman, tidak termasuk zat gizi dari suplemen yang
diberikan. Tabel 4 menunjukkan bahwa setelah dianalisis antara variabel luar
dan variabel bebas, nilai signifikansi semua enhancer dan inhibitor
didapatkan p>0,05, sehingga dapat dikatakan tidak ada perbedaan yang
signifikan dalam asupan zat gizi antara kelompok suplementasi dengan kelompok
kontrol.
Confounding
factor dalam
penelitian ini adalah jenis kelamin dan umur sampel penelitian. Analisis Confounding factor dengan menggunakan
regresi disajikan dalam Tabel 5.
Tabel
5. Analisis Jenis Kelamin Dan Umur Sebagai Confounding
factor
Variabel
|
r
|
R2
|
Koefisien B
|
P
|
95% CI
|
|
Suplementasi yodium
|
0,170
|
0,029
|
0,332
|
0,148
|
-0,121
|
0,786
|
Suplementasi yodium*jenis
kelamin
|
0,178
|
0,032
|
0,349
|
0,136
|
-0,113
|
0,811
|
Suplementasi yodium*umur
|
0,221
|
0,049
|
0,340
|
0,138
|
-0,112
|
0,792
|
Tabel 5 menjelaskan bahwa jenis
kelamin dan umur bukan merupakan variabel pengganggu dalam penelitian ini,
karena koefisien B tidak berubah secara signifikan. Nilai r=0,17 menunjukkan
bahwa hubungan antara suplementasi yodium dengan kadar Hb lemah, kontribusinya janya
2,9%.
PEMBAHASAN
Tabel
1 menunjukkan bahwa sampel yang menderita ADB pada penelitian ini hanya 3 orang
(4,1%). Hasil ini sesuai dengan penelitian Paratmanitya (12), Firgasari (13)
dan Latifah (14) yang mengemukakan bahwa tidak ada hubungan antara status GAKY
dengan status anemia, namun tidak sesuai dengan penelitian Zimmerman dkk (15)
yang melaporkan bahwa banyak penderita hipotiroid mengalami anemia di Negara
berkembang.
Kondisi
sampel setelah tiga bulan perlakuan menunjukkan adanya penurunan rata-rata
kadar Hb pada kelompok suplementasi dan peningkatan rata-rata kadar Hb pada
kelompok kontrol. Uji paired sampel
T-test pada masing-masing kelompok didapatkan nilai p>0,05, menunjukkan
perubahan kadar Hb pada masing-masing kelompok perlakuan tidak signifikan.
Untuk
melihat pebedaan perubahan antara kedua kelompok tersebut dilakukan uji independen sampel T-test. Hasilnya
didapatkan nilai p=148. Angka ini memberikan hasil bahwa hipotesis alternatif pada
penelitian ini tidak terbukti.
Kenyataan
tersebut menunjukkan suplementasi yodium tidak terbukti berpengaruh dalam
meningkatkan kadar Hb sampel penelitian. Hasil penelitian ini sesuai dengan
hasil penelitian Wegmuller, dkk (16) yang melaporkan bahwa yodium tidak
meningkatkan kadar hemoglobin.
Dalam
penelitiannya, Wegmuller dkk (16) melaporkan bahwa anak usia sekolah di Cote
d’lvoire yang diberi yodium, status besi mereka yang diukur dengan serum ferritin (SF) dan Transferrin reseptor (TfR) meningkat secara
signifikan sehingga prevalensi anemia defisiensi besi turun dari 62% menjadi
38%. Berbeda dengan SF dan TfR, Kadar Hb sampel yang berjumlah 63 orang tidak
mengalami peningkatan yang signifikan setelah perlakuan selama enam bulan.
Pada
tahun 2002, Zimmerman dkk melakukan penelitian yang serupa di Maroko pada anak
usia 6 sampai dengan 15 tahun. Hasilnya pemberian yodium meningkatkan kadar Hb
sampel, namun Zimmerman tidak melaporkan nilai p dalam peningkatan kadar Hb
sampel pada kelompok ini sehingga tidak diketahui nilai signifikansinya (17).
Perbedaan
penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan Wegmuller dkk (16) dan
Zimmerman dkk (17) adalah bentuk pemberian yodium pada sampel penelitian,
durasi penelitian dan prevalensi ADB sampel pada awal penelitian. Penelitian
ini memberikan yodium pada sampel berupa suplemen dalam bentuk minyak yodiol,
sedangkan Zimmerman dan Wegmuller memberikannya dalam bentuk garam yang telah
difortifikasi (iodium salt). Waktu
yang digunakan dalam penelitian ini hanya 3 bulan, sedangkan penelitian
Wegmuller dilakukan selama 6 bulan dan penelitian Zimmerman dilakukan selama 40
minggu (+10 bulan). Prevalensi ADB pada awal penelitian ini hanya 4,1%,
sedangkan pada penelitian Wegmuller prevalensi ADB sampelnya mencapai 62% dan pada
penelitian Zimmerman mencapai 36%. Hal ini memberikan dampak bahwa peningkatan
kadar Hb pada penelitian ini agak sulit karena rata-rata kadar Hb sampelnya
sudah dalam batas normal. Penelitian ini juga tidak mengukur serum ferritin dan transferrin receptor, sehingga simpanan besi tidak dapat diketahui.
Hasil
dalam penelitian ini tidak sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa hormon
tiroid yang sintesisnya memerlukan yodium, dapat meningkatkan kecepatan
metabolisme besi dan memperbanyak jumlah dan aktivitas mitokondria sehingga
secara tidak langsung dapat mempengaruhi kadar Hb dalam darah. Hormon tiroid
juga dilaporkan dapat mempengaruhi absorpsi besi dengan memperluas ukuran
mukosa usus dan lambung. Kondisi orang yang menderita hipotiroid dapat menurunkan
produksi asam hidroklorat sehingga mengganggu absorpsi besi. Hipotiroid juga
dapat menurunkan suhu tubuh sehingga angka eritrosit menjadi berkurang (18, 19).
Nilai
normal kadar Hb dan kebutuhan tubuh akan zat gizi termasuk zat besi dan yodium
berbeda-beda pada setiap orang. Perbedaan ini dapat dipengaruhi oleh umur dan
jenis kelamin. Analisis umur dan jenis kelamin dengan regresi pada penelitian
ini didapatkan angka koefisien B tidak mengalami perubahan bermakna sehingga
umur dan jenis kelamin bukan merupakan factor pengganggu dalam penelitian ini.
Analisis
asupan zat gizi secara bivariat pada masing-masing kelompok juga tidak
menunjukkan perbedaan yang signifikan, baik pada asupan enhancer zat besi maupun pada asupan inhibitornya.
Ketidaksesuaian
hasil penelitian ini dengan teori yang ada mungkin disebabkan karena beberapa
hal, salah satunya adalah rata-rata kadar Hb awal sampel penelitian ini normal,
sehingga sulit untuk mengalami kenaikan, meskipun telah diberi suplementasi
yodium. pemberian suplementasi yodium juga dapat menjadi pesaing zat besi
didalam tubuh, karena kedua zat ini sama-sama membutuhkan yodium dalam
metabolismenya. Asupan inhibitor pada sampel juga sangat tinggi, terutama
tannin dan fitat yang asupannya melebihi batas minimal untuk terkena anemia.
Garrod dalam bukunya ‘Essentials
Of Materia Medica and Therapeutics’ menyebutkan bahwa Proporsi yang baik
antara yodium dengan zat besi adalah 4 ½ : 1. Kadar zat besi yang berlebih jika
direaksikan dengan yodium akan menghilangkan yodium tersebut (20). Fortifikasi
ganda antara yodium dengan zat besi juga menggunakan kadar yodium yang lebih
tinggi daripada zat besi, yaitu 25 mg dan 2 mg pergram garam (15).
Peningkatan
kadar Hb pada kelompok control lebih tinggi daripada kelompok perlakuan dapat
disebabkan karena zat besi dalam tubuh mereka tidak ada persaingan dengan
yodium, karena kelompok control tidak diberi suplementasi yodium. Peningkatan
kadar Hb ini juga dapat disebabkan karena selama 3 bulan, mereka diberi telur,
sehingga asupan protein sebagai pembawa zat besi menjadi cukup. Dilihat dari asupan zat gizinya, kelompok
kontrol juga rata-ratanya lebih besar daripada kelompok perlakuan suplementasi.
Secara bivariat, asupan zat gizi pada masing-masing kelompok memang tidak
signifikan, akan tetapi zat gizi didalam tubuh manusia saling berinteraksi,
sehingga kekurangan dari salah satu mikronutrien akan mempengaruhi absorpsi,
metabolisme, dan atau ekskresi mikronutrien lainnya (21). Metode food recal
4x24 jam dalam penelitian ini memang belum bisa menggambarkan asupan zat gizi
sampel sampai asupan mikronutriennya, karena efisiensi mikronutrien dipengaruhi
oleh asupan zat gizi dimasa lalu. Idealnya, jumlah minimum metode food recall
untuk mengetahui mikronutrien adalah 20 sampai 50 hari dan food frequency untuk mengatahui asupan zat gizi di masa lalu, namun
untuk asupan makro seperti energy dan protein, 4x24 jam food recall sudah cukup
menggambarkan asupan mereka (22).
SIMPULAN
Suplementasi
yodium dan telur tidak berpengaruh
terhadap peningkatan kadar
besi (Hemoglobin) anak sekolah dasar yang menderita GAKY.
SARAN
Untuk penelitian selanjutnya,
sebaiknya diambil sampel yang menderita anemia agar peningkatan kadar Hb dapat
dilihat lebih jelas dengan status anemia dapat dianalisis dan sebaiknya serum ferritin dan transferrin reseptor diteliti juga, untuk menggambarkan simpanan
dan status besi dalam tubuh sampel penelitian
RUJUKAN
1.Kodyat, B.A., Thaha, A.R. and Minarto.
(1998) Penuntasan Masalah Gizi Kurang.
Jakarta: Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI 1998.
2.Nugroho, A.
(2007) Hubungan Antara Status GAKY Dan Status Anemia Dengan Status Gizi Pada
Anak Sekolah Dasar Yang Tinggal Di Daerah Endemik GAKY. Skripsi,
Universitas Gadjah Mada.
3.Departemen
Kesehatan R.I. (2005) Anemia Gizi Anak Salah Satu Msalah Gizi
Utama di Indonesia. Tersedia dalam: <Http://www.MinistryofHealth
Indonesia.htm> [Diakses tanggal 28
Juni 2011].
4.Husaini, M.A. (1989) Study Nutritional Anemia and Assesment of
Information for Supporting and Formulating National Policy and Program.
Jakarta: Direktorat Bina Gizi Masyarakat DepKes RI dengan Pulitbang Gizi DepKes
RI.
5.Kodyat, B.A., Thaha, A.R. and Minarto.
(1998) Penuntasan Masalah Gizi Kurang.
Jakarta: Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI 1998.
6.
Thu,B.D, Schultink, W., Dillon, D., Gross, R., Leswara,
N.D., Khoi, H.H. (1999) Effect of Daily and Weekly Micronutrient
Supplementation on Micronutrient Deficientcies and Growth in Young Vietnamese
Children. American Journal Clinical Nutrition. 69.
7.WHO, UNICEF, ICCIDD. (2001) Assesment of Iodine Deficiency Disorder and
Monitoring their Elimination, A Guide for Programme Managers. 2nd Edition.
WHO: Conference Jenewa.
8.Toruan, J.L.,
Kushartanti, W., Widodo, U.S. (2009). Status GAKY, Anemia, EYU, Dan Kesegaran
Jasmani Anak Sekolah Dasar Di Kabupaten Dairi Sumatera Utara. Jurnal
Gizi Klinik Indonesia. 5 (3) Maret. pp. 114-119.
9.Endang. (2003)
Tumbuh Kembang Anak. Konsultasi Ilmiah RS
Fatmawati dan Klinik Tumbuh Kembang Anak, Jakarta.
10. Johnson D.,
Currier J. Women and Anemia (internet). The
Body (1999). Tersedia dalam: <http://www.thebody.com/content/art286.html> [Diakses 28 juni 2011]
11. Sudargo, T. (2005). Pengaruh Suplementasi Kapsul Yodium dan Zink terhadap
Ekskresi Yodium Urin, Kebugaran Kebugaran Kardiorespiratory Anak Sekolah Dasar
dengan Gangguan Akibat kekurangan Yodium. Yogyakarta. Laporan Hibah Dosen Senior. UGM. Dikti.
12. Paratmanitya, Y.
(2007) Hubungan Antara Status GAKY Dan
Status Anemia Dengan Kesegaran Jasmani Pada Anak Sekolah Dasar Di Daerah
Endemis GAKY. Skripsi, Universitas Gadjah Mada.
13. Firgasari, L.
(2008) Hubungan Antara Status GAKY Dan
Status Anemia Dengan Kemampuan Kognitif Pada Anak Sekolah Dasar Yang Tinggal Di
Daerah Endemis GAKY. Skripsi, Universitas Gadjah Mada.
14. Latifah,
lenny. 2008. GAKY, Anemia, kecerdasan dan
Prestasi Belajar Anak Remaja. Tesis, Universitas Gadjah Mada.
15. Zimmerman, M.B.
(2006). The Influence of Iron Status on Iodine
Utilization and Thyroid Function, Annu
Rev Nutr. (26) pp. 367-389
16. Wegmuller, R.,
Camara, F., Zimmermann, M.B., Adou, P., and Hurrell, R.F. (2005) Salt Dual-Fortified with Iodine and
Micronized Ground Ferric Pyrophosphate Affects Iron Status but Not Hemoglobin
in Children in Coˆ te d’Ivoire. (internet). Tersedia dalam:
<http.laboratoriumkesehatan. blogspot.com> [Diakses tanggal 28 Juni
2011].
17. Zimmerman, B.,
Zeder, C., Cnaouki, N., Saad, A., Torresani, T., and Hurrel, R.F. (2002) Dual
Fortification of Salt with Iodine and Microencapsulated Iron: A Randomized,
Double-Blind, Kontrolled Trial in Moroccan School-children dalam Am. Soc.
Clin. Nutr.147. pp. 747-53.
18. Guyton, A.C.
(1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.
9th . Jakarta: EGC.
19. Hebert, V. (1986) The
Blood: Werner’s thyroid, a fundamental n clinical test. Fifth edition.
Ingbar and Braverman. Ed. Philadelphia: J.B. Lippincot Company.
20. Farmasi UMS. (2008)
Fortifikasi Garam dengan Zat Besi, strategi Praktis dan Efektif Menanggulangi
Anemia (internet). Tersedia dalam: <http://farmasi.
ums.ac.id/content/artikel/20080412>
[Diakses 28 Juni 2011]
21. Zimmermann, M.
(2007) Interactions between iron and
vitamin A, riboflavin, copper and zinc in the etiology of anemia. In:
Badham, J., Zimmermann, M. B., Kraemer, K.eds. The Guidebook Nutritional
Anemia. Basel: Sight and Life Press.
22. Willet, W. (1998)
Nutritional Epidemiology Second Edition. New York: Oxford University
Press
6:00 AM | 0
comments